1.Definisi Gadai
Gadai dalam bahasa di kenal dengan istilah Ar-rahn yang berarti:al tsubut (tetap) dan al-habs (tahanan).Adapun gadai secara istilah bias diartikan pinjam meminjam uang dengan menyerahkan barang dan dengan batas ( bila telah sampai waktunya tidak di tebus,maka barang tersebut menjadi orang yang memberi pinjaman).
Dalam literature fiqih,gadai(ar-rahn) diartikan dengan:menjadikan barang sebagai jaminan dari hutang,sebagai pengganti jika hutang tersebut tidak bias di bayar.
Menurut Imam Abu zakaria Al-anshari dalam kitabnya Fathul wahab mendefinisikan rahn sbg berikut:menjadikan barang yang bersifat harta sebagai kepercayaan dari suatu hutang yang dapat di bayarkan dari harta benda itubila hutang tidak di bayar.
Sedangkan definisi rahn menurut Imam Taqiyyudin Abu bakar Al- husaini dalam kitabnya Kifayatul Ahyar fii halli ghayati al- ikhtisar berpendapat bahwa rahn adalah akad atau perjanjian utang-piutang dengan menjadikan harta sebagai kepercayaan atau penguat hutang dan yang memberi pinjaman berhak menjual barang yang di gadaikan itu pada saat ia menuntut haknya.
2.Rukun Gadai
Dalam praktek gadai, ada beberapa rukun yang menjadi kerangka penegaknya. Dintaranya adalah
1. Aqid (orang yang berakad) yaitu rahin (yang menggadaikan) dan murtahin (yang menerima gadai)
2. Marhun (barang yang dijadikan jaminan)
3. Marhun bih (Utang)
4. Shighat (ijab kabul)
3.Syarat gadai
- Aqid
Kedua aqid yaitu rahin dan murtahin harus memenuhi kriteria al-aliyah. Menurut ulama Syafi’iyah, ahliyah adalah orang yang telah sah dalam jual beli yakni berakal dan mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan harus baligh.
Dengan demikian anak kecil yang sudah mumayyiz dan orang yang bodoh berdasarkan izin dari walinya dibolehkan melakukan rahn.
Menurut ulama Hanafiyah, ahliyah dalam rahn seperti pengertian ahliyah dalam jual beli dan derma. Rahn tidak boleh dilakukan oleh orang yang mabuk, gila, bodoh atau anak kecil yang belum baligh.
Begitu pula seorang wali tidak boleh menggadaikan barang orang yang dikuasainya kecuali jika dalam keadaan madarat dan meyakini bahwa pemegangnya dapat dipercaya.
- Marhun (borg)
Marhun adalah barang yang dijadikan jaminan oleh rahn. Para ulama fiqih sepakat mensyaratkan marhun sebagaimana persyaratan barang dalam jual beli sehingga barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak murtahin. (Ibnu Qudamah, Mughni al-Muhtaj 4/337)
Ulama Hanafiyah mensyaratkan marhun antara lain : (Al-Kasani, Al-Badai’ Ash-Shana’i fi Tartib Asy-Syara’i, juz 6, hal. 135 – 140) :
1. Dapat diperjualbelikan
2. Bermanfaat
3. Jelas
4. Milik rahin
5. Tidak bersatu dengan harta lain
6. Dipegang (dikuasai) oleh rahin
7. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan
- Marhun bih (utang)
Marhun bih adalah hak yang diberikan ketika rahn. Ulama Hanafiyah memberikan beberapa syarat yaitu :
a. Marhun bih hendaklah barang yang wajib diserahkan
Menurut ulama selain Hanafiyah, marhun bih hendaklah berupa utang yang wajib diberikan kepada orang yang menggadaikan barang, baik berupa uang ataupun berbentuk benda.
b. Marhun bih memungkinkan dapat dibayarkan
Jika marhun bih tidak dapat dibayarkan, rahn menjadi tidak sah sebab menyalahi maksud dan tujuan dari disyariatkannya rahn. (Al-Kasani, Al-Badai’ Ash-Shana’i fi Tartib Asy-Syara’i, juz 6, hal. 134)
c. Hak atas marhun bih harus jelas
Dengan demikian, tidak boleh memberikan 2 marhun bih tanpa dijelaskan utang mana menjadi rahn.
Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah memberikan 3 syarat bagi marhun bih :
a. Berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan
b. Utang harus lazim pada waktu akad
c. Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin
- Shighat
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa sighat dalam bahwa shighat dalam rahn tidak boleh memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena rahn itu jual beli, jika memakai syarat tertentu, syarat tersebut batal dan rahn tetap sah.
Adapun menurut ulama selain Hanafiyah, syarat dalam rahn ada yang shahih dan ada yang rusak. Uraiannya sebagai berikut :
a. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa syarat dalam rahn ada 3 :
1. Syarat shahih, seperti mensyaratkan agar rahin cepat membayar sehingga jaminan tidak disita
2. Mensyaratkan sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti mensyaratkan agar hewan yang dijadikan jaminannya diberi makanan tertentu. Syarat seperti itu batal tetapi akadnya sah
3. Syarat yang merusak akad, seperti mensyaratkan sesuatu yang akan merugikan murtahin.
b. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa syarat rahn terbagi 2 yaitu rahn shahih dan rahn fasid. Rahn fasid adalah rahn yang di dalamnya mengandung persyaratan yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau dipalingkan pada sesuatu yang haram, seperti mensyaratkan barang harus berada di bawah tanggung jawab rahin.
c. Ulama Hanabilah berpendapat seperti pendapat ulama Malikiyah di atas, yakni rahn terbagi, shahih dan fasid. Rahn shahih adalah rahn yang mengandung unsur kemaslahatan dan sesuai dengan kebutuhan.
4..Hukum Gadai
Mayoritas ulama berpendapat bahwa gadai itu dibolehkan, baik pada waktu tidak bepergian dan waktu bepergian, baik ada penulisnya atau tidak ada. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw yang menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi di Madinah.Sebagai mana hadits Rosulullah Saw.
“dari annas berkata:”Rosulullah telah menangguhkan baju besi beliau kepada orang yahudi di madinah sewaktu beliau menghutang syair (gandum) dari orang yahudi itu untuk keluarga beliau”.(HR.ahmad nasai,dan ibnu majah).
Dalil dari as-sunnah adalah hadist Aisyah Ra, bahwasanya ia berkata :
اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ
“ Bahwasanya Rasulullah saw pernah membeli makanan dari seorang Yahudi yang akan dibayar pada waktu tertentu di kemudian hari dan beliau menggadaikannya dengan baju besinya.” ( HR Bukhari, no 1926 )
Adapun dasar pegadaian adalah firman Allah swt
“Dan jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang di pegang(oleh yang berpiutang)akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain .hendaklah yang di percayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya).dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah,tuhanya.dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksianya,karena barang siapa menyembunyikanya,maka sesungguhnya ia adalah orang yang kotor (berdosa hatinya)dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS.Al-Baqarah:283)
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan,ada beberapa rukun dalam gadai di antaranya: aqid (orang yang berakad) antara rahin(orang yang menggadaikan) dan murtahin(orang yang menerima gadai),marhun(barang yang di gadaikan),marhun bih(utang),shighot(ijab qabul).untuk hukum gadai Mayoritas ulama berpendapat bahwa gadai itu dibolehkan, baik pada waktu tidak bepergian dan waktu bepergian, baik ada penulisnya atau tidak ada. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw yang menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi di Madinah.Sebagai mana hadits Rosulullah Saw.
“dari anas berkata:”rasulullah telah menangguhkan baju besi beliau kepada orang yahudidi madinah sewaktu beliau menghutang syair(gandum)dari orang yahudi ituuntuk keluarga beliau (HR ahmad nasai,dan ibnu majah)”
wallahua’lam
0 komentar:
Posting Komentar